Maulid Nabi Hanya Sekedar Tradisi dan Seremoni

Peringatan Maulid Nabi Dulu dan Sekarang

Bulan Rabiulawal memiliki arti khusus bagi umat Islam. Pada tanggal 12 bulan ini diyakini sebagai hari kelahiran Rasulullah SAW. Oleh karenanya, sebagian umat Islam menyambutnya dengan istilah "Peringatan Mulid Nabi SAW".

Menurut catatan sejarah, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali di perkenalkan Abu Said Al-Qakburi, Gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193 M). Menurut sumber lain, yang pertama mencetuskan ide Peringatan Maulid Nabi SAW adalah Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi sendiri. (MuslimahNews.com, 28/10/2020).

Tujuannya adalah untuk memperkukuh semangat umat Islam, khususnya mental para tentara Muslim yang lemah dalam menghadapi serangan tentara Salib dari Eropa, yang ingin merebut tanah suci Yerussalem dari tangan kaum Muslim.

Efeknya memang sangat luar biasa. Dengan peringatan Maulid Nabi SAW, Sultan Shalahuddin saat itu mampu membangkitkan kembali kesadaran kaum Muslim sekaligus semangat jihad mereka dalam membela Agama Allah, khususnya melawan kafir Kristiani dalam Perang Salib.

Namun sayangnya, saat ini Peringatan Maulid Nabi SAW sudah jauh bergeser dari motif awalnya. Saat ini Peringatan Maulid Nabi SAW telah terjebak dalam rutinitas tahunan dalam acara seremonial belaka. Akibatnya, efeknya pun kurang terasa.

Banyak kaum Muslim menggelar acara Maulid Nabi secara besar-besaran serta tanpa memberi tahu makna dari adanya Maulid Nabi kepada generasi muda millenial sekarang. Akhirnya, generasi saat ini, hanya memaknai Maulid Nabi hanya sekedar seremoni biasa yang dilakukan setiap tahunnya.

Boleh dikatakan, Peringatan Maulid Nabi SAW saat ini gagal membangkitkan kembali kesadaran dan semangat keagamaan serta ruh jihad kaum Muslim, sebagaimana yang pernah dicapai pada masa Sultan Shalahuddin delapan abad yang lalu.

Padahal, kondisi saat ini sebetulnya tidak jauh berbeda dengan masa Sultan Shalahuddin. Kaum Muslim sama-sama dihadapkan pada musuh yang sama, yakni kekufuran dan orang-orang kafir.

Bedanya, pada zaman Sultan Shalahuddin dulu, umat Islam berhadapan langsung secara fisik melawan pasukan Salib di Eropa. Sementara saat ini kaum Muslim dihadapkan dengan beberapa bentuk permusuhan dan konsipirasi sekaligus.

Penjajahan secara fisik masih berlangsung di Palestina oleh Israel dan sekutu mereka (termasuk Amerika). Adapun secara ekonomi dan pemikiran, dunia Islam masih didominasi ideologi kapitalisme global berbasiskan sekularisme-liberalisme, yang saat ini menjadi bidang keterpurukan kaum muslim di berbagai bidang kehidupan.

Saat ini, kaum muslim sesungguhnya dihadapkan pada persoalan yang jauh lebih rumit ketimbang pada masa Sultan Shalahuddin delapan abad yang lalu. Sebab, saat ini umat Islam diserang oleh orang-orang kafir, baik secara fisik maupun pemikiran.

Karena itu, Peringatan Maulid Nabi SAW saat ini harusnya memberikan efek yang lebih dahsyat daripada yang pernah dicapai Sultan Shalahuddin dulu.

Jika dulu, melalui Peringatan Maulid Nabi SAW, Sultan Shalahuddin berhasil memompa semangat jihad kaum muslim melawan orang-orang kafir, seharusnya peringatan Maulid Nabi SAW saat ini,  lebih mampu membangkitkan semangat jihad melawan Israel dan sekutu-sekutunya, dan mampu menumbuhkan kesadaran untuk terus menyingkirkan dominasi ideologi kapitalisme dunia saat ini.

Jika tidak, tentu Peringatan Maulid Nabi SAW yang diselenggarakan setiap tahun akan kehilangan maknanya.

Semoga bermanfaat~

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Tentang Macam-macam Klien dalam Asuhan Kebidanan.

Menjaga Amanah