Happiness Success "Part 4 - Sepotong Tulang Belikat Unta"

"Self Reflection"

Suatu ketika Amr bin Ash, Gubernur Mesir di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, tengah merancang pembangunan sebuah masjid. Namun, rencana itu tidak berjalan mulus. Sebuah keputusan yang sulit harus diambilnya. Untuk mewujudkan rencana mau tidak mau harus digusur karena berada di area pengembangan masjid yang akan dibangun. Meski gubernur sudah menawarkan kompensasi 15 kali lipat dari harga rumahnya saat itu, namun tawarannya ternyata ditolak mentah-mentah oleh Yahudi tersebut. Meski rumah itu sudah reyot, bagi pemiliknya rumah adalah istana yang memiliki nilai personal yang tak bisa tergantikan. Itulah alasan mengapa ia bergeming dengan putusannya. Sang Gubernur pun merasa sudah tidak memiliki pilihan lain kecuali membongkar paksa rumah itu. 

Yahudi itu tak kuasa melawan. Ia hanya bisa menangis dan meratapi nasibnya yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Gubernur. Namun, sontak dalam pikirannya muncul keinginan untuk melaporkan ihwal penggusuran rumahnya kepada Khalifah Umar bin Khattab. Baginya, Khalifah Umar yang terkenal adil adalah harapan terakhirnya. Setelah melalui perjalanan panjang dari Mesir menuju Madinah, akhirnya ia bertemu langsung dengan Umar bin Khattab. Pertemuan yang meruntuhkan persepsinya akan sosok Umar bin Khattab. Ternyata meski Umar seorang Khalifah, pemimpin dari sebuah pemerintahan dengan kekuasaan yang meliputi Jazirah Arab itu adalah sosok yang sangat bersahaja. Pakaiannya sangat sederhana dan tempat tinggalnya pun bukan di istana megah sebagaimana kehidupan para kaisar atau raja-raja di masa itu.

Pertemuannya dengan Khalifah Umar hanya dilakukan dibawah pohon kurma tanpa pengawal prajurit. Pertemuan yang tak disangka olehnya. Ia sebenarnya mendekati orang yang belum dikenalnya itu ketika baru memasuki madinah, karena ia ingin bertanya bagaimana dan dimana ia bisa bertemu dengan Khalifah Umar. Ternyata orang yang dihampiri dan berada dihadapannya sang Khalifah sendiri. Ditengah kekagumannya yang membuncah akan sosok Umar, ia kemudian mengadukan masalahnya. Dengan saksama Khalifah Umar mendengarkan pengaduan sang Yahudi. Raut wajah Khalifah Umar yang tadinya terlihat tenang mulai berubah merah padam. Menandakan Khalifah Umar sedang mengendalikan amarahnya yang memuncak mendengar perlakuan yang dinilainya sebagi bentuk kesewenang-wenangan Gubernur Amr bin Ash.

"Tolong ambilkan tulang belikat unta yang ada disana," kata Umar sembari menunjuk sebuah gundukan sampah. Meski bingung dengan permintaan Umar, Yahudi itu bergegas mengambilkannya. Begitu tulang belikat itu berada di tangan Umar, segera Umar mengeluarkan pedangnya. Kemudian ia menggores tulang itu dengan ujung pedangnya membuat garis panjang vertikal dan garis pendek horizontal.


"Sekarang bawalah tulang ini dan berikan kepada gubernurmu," perintah Umar. Kali ini sang Yahudi kembali dibuat kebingungan dengan apa yang diperintahkan oleh Umar. Ia tidak habis pikir, setelah melewati perjalanan yang sangat jauh dari Mesir ke Madinah untuk memperjuangkan nasibnya, ternyata berujung dengan penyelesaian yang aneh. Ia hanya disuruh membawa pulang sepotong tulang. Ia tak berani mempertanyakan kepada Umar, apalagi sang Khalifah tampak enggan menjelaskan lebih jauh apa maksudnya. Meski diselimuti kebingungan, Yahudi itu pun kembali ke Mesir.

Untuk kesekian kalinya, ia kembali terkesikap dan tidak menyangka respon sang Gubernur ketika ia memberikan tulang itu. "Tulang ini dari Kalifah Umar bin Khattab." Wajah Gubernur Amr bin Ash berubah pucat pasi dan tubuhnya bergetar hebat tatkala melihat tanda yang digoreskan oleh Umar pada tulang itu. "Segera batalkan rencana pelebaran masjid. Bangun kembali rumah Bapak Tua ini dan berikan yang menjadi haknya," perintah Gubernur kepada pembantunya. Yahudi itu semakin tidak memahami apa yang tengah terjadi. Hanya dengan sepotong tulang, keputusan sang Gubernur berubah begitu saja.

"Wahai Gubernur, mengapa engkau tiba-tiba mencabut keputusanmu hanya gara-gara sepotong tulang itu?" tanya Sang Yahudi dengan  perasaan yangsemakin diselimuti keheranan. "Maafkan saya, Bapak Tua. Sepotong tulang ini bukannya tanpa makna. Sebenarnya dengan sepotong tulang ini, Khalifah Umar sedang menegur saya dengan keras. Seakan Khalifah berkata kepada saya agar berlaku adil seperti lurusnya garis vertikal ini karena pada akhirnya kita semua akan mati sebagaimana nasib tulang ini. Jika saya tidak bisa menegakkan keadilan, Ssang Khalifah tidak akan segan-segan meluruskan saya dengan pedangnya seperti garis horizontal ini.

Yahudi itu tertegun melihat bagaimana keadilan dalam Islam ditegakkan. Peristiwa itu telah menggetarkan hatinya sehingga ia tak kuasa untuk menahan air matanya yang jatuh menetes membasahi pipinya, dan akhirnya hidayah menggerakkan bibirnya untuk mengucapkan kalimat syhadat Asyhadu alla ilaha illallahu wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.

Hikmah dari kisah itu adalah bahwa kita hendaknya selalu memiliki waktu untuk merefleksi diri. Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, tentang apa yang menjadi tujuan kita selama ini, tentang apa yang sudah kita kerjakan, tentang kebiasaan apa yang kita miliki, tentang apa yang yakini sebagai kesuksesan dan kebahagiaan. Karena sebagaimana Gubernur Amr bin Ash yang merasa bahwa ia tengah melakukan sesuatu yang benar dan mulia dengan membangun masjid, namun nyatanya ia nyaris melakukan kezaliman dengan menginjak hak seorang Yahudi tua. Jika tidak terkena "sepotong tulang" dari Khalifah Umar, bisa jadi ia tidak menyadari apa yang telah dilakukannya.

Refleksi diri dibutuhkan agar seseorang terhinda dari penyakit "merasa benar sendiri". Merasa benar sendiri adalah serpihan dari sikap natin yang jumawa. Kecenderungannya akan menutup diri dari kebenaran. Seseorang akan merasa bahwa dirinya memiliki tujuan yang mulia, merasa sudah melakukan banyak hal, dan mengabaikan kebenaran yang datang dari luar dirinya. Padahal nyatanya ia tengah bergerak ke arah yang sebaliknya atau bahkan menjauh dari tujuan awalnya.

Imam Al Gazali pernah mengungkapkan 4 (empat) kategori manusia. Pertama, seseorang yang tahu dan dia tahu dirinya tahu. Kedua, seseorang yang tahu dan dia tidak tahu dirinya tahu. Ketiga, seseorang yang tidak tahu dan dia tahu dirinya tidak tahu. Dan keempat, seseorang yang tidak tahu dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Maka dalam konteks ini, orang yang merasa benar sendiri, termasuk kategori manusia dalam derajat terendah; kategori "orang yang tidak tahu dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu".

Ia tidak akan pernah menyadari apa yang terjadi pada dirinya jika tidak mengevaluasi diri. Ia tidak akan mampu membaca makna "potongan tulang"  yang didapatkan dalam menjalani hidup. Kita tentu tidak bisa berharap akan hadir seorang Umar bin Khattab mengirimkan "potongan tulang" yang didapatkan dalam menjalani hidup. Tetapi sesungguhnya "potongan tulang" itu berserakan didepan mata kita dalam bentuk peristiwa dan orang-orang yang memberikan inspirasi kebaikan di sekeliling kita.

Jadi, refleksi diri tidak berarti harus menyendiri melakukan perenungan. Ditengah keramaian dan kesibukkan pun harus seharusnya refleksi diri dapat dilakukan sepanjang kepekaan terhadap sekitar kita diasah terus-menerus.

Sebagaimana Umar bin Khattab pernah menasihatkan, "Hasibu anfusakum qabla antuhasabu" (evaluasi dirimu sebelum tiba masa engkau di evaluasi). Nasihat Umar sangat jelas, bahwa evaluasi diri memang sudah seharusnya dilakukan. Tujuannya tak lain agar kita mampu melakukan continous self-improvement, pengembangan diri secara berkelanjutan. Diri kita pada hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan diri kita pada hari esok harus lebih baik dari hari ini.

"Dalam jangka panjang, kita membentuk hidup kita, dan kita membentuk diri kita sendiri. Proses ini tidak akan pernah berakhir sampai kita mati. Dan pilihan yang kita buat, pada akhirnya akan menjadi tanggung jawab kita sendiri".
[Eleanor Roosevelt]


Referensi Bedah Buku :
Wardana, Wahyu Kun. (2014). Zoom In, Zoom Out Your Views. Memaknai Peristiwa, Menebar Inspirasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Tentang Macam-macam Klien dalam Asuhan Kebidanan.

Menjaga Amanah